I. PENDAHULUAN
Seiring
dengan bertambahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makan makanan bergizi,
terutama protein hewani yang diperoleh dari daging ternak maka akan berpengaruh
pada meningkatnya permintaan pasar akan daging. Kebutuhan akan daging sangat
bergantung pada usaha peternakan, khususnya ternak sapi. Karena sapi adalah
ternak penghasil daging terbesar yang sudah sangat umum dikonsumsi masyarakat.
Usaha
pembibitan sapi adalah dasar/awal dari rangkaian usaha sapi potong. Bila tidak ada
bibit, maka usaha penggemukkan sapi pun tidak akan bisa berjalan dengan lancar.
Bila usaha penggemukkan sapi tidak lancar, maka akan berdampak pada kurangnya
supply daging bagi masyarakat. Pemerintah sudah mengantisipasi kondisi
kurangnya daging sapi untuk kebutuhan dalam negeri dengan mengeluarkan
kebijakan import sapi ataupun daging sapi dari luar negeri. Dengan
dikeluarkannya kebijakan tersebut, maka sejak tahun ’90-an muncul trend baru
dikalangan peternak besar. Kandang-kandang di peternakan besar dijejali oleh
rombongan sapi-sapi import. Negara pemasok sapi terbesar bagi Indonesia adalah
Australia. Bukan saja menjadi pemasok sapi ke Indonesia, Australia adalah
negara peng-eksport sapi terbesar sedunia.
Mengenal Bangsa Sapi
Mengenal karakteristik bangsa sapi
potong yang dipelihara merupakan syarat yang dimiliki pengusaha sapi potong
karena setiap bangsa sapi memiliki ciri khas tersendiri sehingga memerlukan
penanganan yang berbeda. Beberapa jenis sapi yang biasa digunakan untuk bakalan
dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia sebagai berikut:
a. Sapi
Bali
Merupakan sapi lokal dengan
penampilan produksi yang cukup tinggi. Penyebaran telah meluas di seluruh
Indonesia, meskipun masih tetap berkonsenterasi di Pulau Bali. Sampai saat ini
kemurnian genetis sapi bali masih terjaga karena ada undang-undang yang
mengatur pembatasan masuknya sapi jenis lain kepulau Bali.
Asal usul sapi Bali ini adalah Banteng (bossondaicus)
yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi selama bertahun-tahun. Proses
domestikasi yang cukup lama diduga sebagai penyebab sapi bali lebih kecil
dibandingkan dengan banteng. Sapi bali jantan dan sapi bali betina dilahirkan
dengan warna bulu merah bata dengan garis hitam di sepanjang punggung yang disebut
garis belut. Setelah dewasa, warna sapi jantan berubah menjadi kehitam-hitaman,
sedangkan warna sapi betina relatif tetep. Sapi bali tidak berpunuk. Umumnya,
keempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih.
Kemampuan reproduksi sapi bali merupakan yang terbaik
diantara sapi-sapi lokal. Hal ini disebabkan sapi bali bisa beranak setiap
tahun. Dengan manajemen pemeliharaan yang baik, pertambahan berat badan
hariannya mencapai 0,7 kg/hari. Keunggulan lainnya adalah sapi bali mudah
beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga sering disebut ternak perintis.
Karena berbagai perbaikan manajemen pemeliharaan, khususnya di pulau Bali,
dilaporkan bahwa dari tahun ketahun telah terjadi peningkatan mutu genestis
sapi bali.
b. Sapi Madura
Sapi madura merupakan hasil
persilangan antara bossondaicus dan bos indicus yang tumbuh dan
berkembang di madura sapi sang berpunuk ini terkenal sebagai sapi Jawa Asli
dengan warna kuning hingga merah bata. Terkadang terdapat warna putih pada
moncong ekor dan kaki bawah. Warna hitam terdapat pada telinga dan bulu ekor.
Di Indonesia, populasinya mencapai 12 % , tetapi penyebarannya tidak
semerata sapi bali. Berbeda dengan sapi bali, sapi madura dilaporkan telah
mengalami erosi genetis sehingga penampilan produksi yang diukur dari
pertambahan berat badannya dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Perkawinan sedarah diperkirakan menjadi penyebab erosi genetis ini.
Dibandingkan dengan sapi bali, daya reproduksi dan pertambahan berat badan sapi
madura lebih rendah.
Pemeliharaan sapi madura di Pulau Madura merupakan suatu hal
yang unik, karena ada sapi jantan yang dipelihara khusus untuk di karapan dalam
lomba garapan sapi. Pertumbuhan sapi-sapi ini tidak imbang antara bagian depan
karena latihan-latihan yang harus dijalani. Pemberian pakan pun terkesan
terlalu berlebihan, terutama pada saat menjelang lomba. Susu, telur, madu, dan
bahan lainnya diberikan dengan tujuan untuk memberikan tenaga ekstra bagi sapi
tersebut, meskipun secara ilmiah belum dapat dibuktikan kebenarannya.
c. Sapi
Ongole
Merupakan keturunan sapi zebu dari
India. Berwana dominan putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuhnya,
bergelambir dibawah leher, dan berpunuk. Sapi ongole diintroduksi oleh
pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke 19 untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja. Sipatnya yang mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat
menyebabkan sapi ini mampu tumbuh secara murni secara murni di pulau Sumba,
sehingga disebut sapi Sumba ongole (SO). Persilangan antara sapi jawa asli
(madura) dan sapi ongole secara grading up ( keturunan hasil persilangan
dikawinkan kembali dengan sapi ongole) menghasilkan sapi yang disebut peranakan
ongole (PO). Penyebaran sapi PO ini hampir merata di pulau Jawa, ciri umum sapi
PO adalah posturnya menyerupai sapi ongole. Perbedaannya hanya terletak pada
kemampuan produksinya yang sedikit lebih rendah.
d.
Sapi Fries Holstrein (FH)
Sapi yang dipelihara dengan tujuan
untuk menghasikan susu ini diintroduksi dari negeri Belanda. Warnanya belang
hitam dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi. Sapi yang tidak
berpunuk ini memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sapi-sapi
jantannya sering dipelihara untuk digemukan dan dijadikan sapi potong.
Penyebarannya hampir merata di pulau Jawa, dari Pondokrangon di Jakarta,
lembang dan pengalengan di Jawa Barat, Purwekerto dan Byolali di Jawa Tengah,
hingga Grati di Jawa Timur dibeberapa daerah juga dilakukan persilangan antara
Jawa asli dan sapi FH dengan pola grading up. Keturunannya lajim disebut peranakan
fries bolstein ( PFH). Pertambahan berat badan sapi FH jantan bisa mencapai 1,1
kg per hari.
e.
Brahman
Sapi brahman berasal dari India yang
merupakan keturunan dari sapi zebu (bos indicus) di Amerika Serikat, sapi ini
berkembang cukup pesat karena pola pemeliharaan dan sistim perkawinan yang
terkontrol, sehingga penampilan beberapa parameter produksinya melebihi produksi
di negeri asalnya. Sapi ini diekspor ke Australia dan disilangkan dengan sapi
asal eropa. Sisstim pembibitan sapi yang sudah tercatat menyebabkan para
produser dan importir bibit dapat menentukan daerah sapi brahman yang di
jualnya. Dari Australia inilah didapat sapi-sapi bakalan yang dipelihara untuk
digemukan di Indonesia.
Keturunan sapi brahman ini disebut Australian Brahman Cross
(ABC) yang biasa dilengkapi sertifikat untuk menunjukan persentase genetis sapi
brahman. Meskipun sudah tumbuh dan berkembang di negeri-negeri empat musim,
seperti Amerika Serikat dan Austraslia, sapi brahman bersilangan ini mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan tahan gigitan caplak. Pertumbuhan
sapi brahman ini sangat cepat. Hal ini yang menyebabkan sapi ini menjadi
primadona sapi potong untuk negeri tropis.
f. Sapi Simental
Sapi Simental adalah bangsa Bos taurus
(Talib dan Siregar, 1999), berasal dari daerah Simme di negara
Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika,
merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah
bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor ber warna putih, sapi
jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800
kg (Anonimus, 2002b).
g. Limousin
Sapi limousin adalah bangsa Bos turus (Talib dan Siregar, 1999), dikembang-kan
pertama di Perancis, merupakan tipe sapi pedaging dengan perototan yang lebih
baik dari Simmental, warna bulu coklat tua kecuali disekitar ambing berwarna
putih serta lutut kebawah dan sekitar mata berwarna lebih muda (Anonimus,
2002b).
Secara genetik, sapi Simmental
atau Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim
dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary
intakemetabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana
pemeliharaan yang lebih teratur (Anonimus, 2002b) ; sedangkan sapi Ongole
adalah tipe sedang yang berasal dari daerah beriklim panas, merupakan sapi tipe
kecil sampai sedang sehingga dapat dikembangkan pada kondisi tatalaksana pemeliharaan
yang ekstensif (Atmadilaga, 1983) (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang
tinggi dan
Selain dari jenis sapi-sapi
tersebut, masih banyak lagi jenis sapi lainnya. Tetapi jenis sapi tersebut di
atas adalah bangsa sapi yang umumnya ada di Indonesia.
II. PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan industrialisasi peternakan
memerlukan piranti dasar trilogi peternakan (breeding, feeding dan management)
yang seiring. Dalam pengertian yang lebih tegas, masalah bibit, pakan, dan
sistem pengelolaan harus selalu memenuhi tuntutan pasar.
1.
BREEDING/PEMBIBITAN
Usaha pembibitan sapi potong rakyat sebagai tulang punggung
pemasok utama sapi bibit dan bakalan dalam negeri, sebagian besar berdasarkan
pada kemampuan induk dalam memproduksi pedet belum mengarah pada kualitas bibit
yang dihasilkan; sedangkan bibit yang berasal dari plasma nutfah lokal
merupakan salah satu sarana penting dalam pengembangan industri peternakan dan
mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas
ternak, dalam negeri disamping pakan dan tatalaksana pemeliharaan. Untuk
menjamin keberlanjutan mutu bibit sapi potong sesuai dengan harapan konsumen,
diperlukan bibit ternak yang bermutu sesuai dengan persyaratan teknis minimal
setiap bibit sapi potong. Secara umum stuktur bibit dikelompokkan menjadi 3
yaitu bibit dasar, bibit induk dan bibit sebar.
- Bibit dasar (Elite/Foundation stock) merupakan kumpulan sapi potong terpilih dari hasil seleksi yang mempunyai nilai pemuliaan (missal tinggi gumba, bobot badan dsb).
- Bibit induk ( Breeding stock ) merupakan kumpulan sapi potong yang diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilakn bibit sebar.
- Bibit sebar ( Commercial stock ) merupakan bibit yang diperoleh dari proses pengembangan bibit induk, dengan spesifikasi tertentu untuk digunakan dalam proses produksi.
Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih bibit sapi potong :
a. Kesesuain warna tubuh dengan bangsanya.
b. Keserasian bentuk dan ukuran tubuh meliputi kapala, leher dan tubuh ternak.
c. Ukuran minimal tinggi gumba, mengacu pada standart bibit populasi setempat,dan regional.
d. Tidak adanya kelainan/cacat tubuh yang dapat menurun.
e. Sehat ditunjukkan oleh mata yang bersinar, gerakan lincah tetapi tidak liar dan bebas dari penyakit.
a. Kesesuain warna tubuh dengan bangsanya.
b. Keserasian bentuk dan ukuran tubuh meliputi kapala, leher dan tubuh ternak.
c. Ukuran minimal tinggi gumba, mengacu pada standart bibit populasi setempat,dan regional.
d. Tidak adanya kelainan/cacat tubuh yang dapat menurun.
e. Sehat ditunjukkan oleh mata yang bersinar, gerakan lincah tetapi tidak liar dan bebas dari penyakit.
Kriteria Memilih Bibit Sapi
a. Sapi Induk
1. Sapi induk harus dapat beranak secara teratur setiap tahun (<14 bulan).
2. Turunan anak jantan maupun
betina tidak cacat.1. Sapi induk harus dapat beranak secara teratur setiap tahun (<14 bulan).
3. Skor kondisi tubuh sedang yaitu skor 5-7 (skor 1-10).
4. Aktivitas reproduksi normal.
b. Calon Induk
- Mempunyai bobot sapih 205 hari dan bobot pada umur 12 bulan di atas rataan.
- Bobot badan umur 365 hari di atas rataan.
- Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpun atau bangsa.
- Umur di atas 12 bulan.
- Estrus pertama umur 14 bulan sehingga kawin pertama pada umur 18 bulan, pada bobot badan > 230 kg.
c. Calon Pejantan
- Mempunyai catatan bobot sapih 205 hari di atas rataan dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) umur 1- 1,5 di atas rataan.
- Mempunyai libido dan kualitas sperma baik
2. FEEDING/PAKAN
Permasalahan yang sering dihadapi
dalam budidaya sapi potong adalah keterbatasan dalam penyediaan pakan baik
secara kuantitatif, kualitatif maupun kesinambungannya sepanjang tahun. Ransum
(pakan) merupakan campuran dari beberapa bahan yang memenuhi persyaratan dan
disusun sesuai dengan perhitungan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Pakan yang
tersusun dari beberapa bahan akan lebih sempurna dari pada satu bahan saja,
karena kekurangan zat pakan dari salah satu bahan pakan dapat diisi dari bahan
pakan yang lain.
Bahan pakan ternak harus memenuhi paersyaratan :
- Mengandung unsur gizi yang baik
- Mudah didapat dan tersedia sepanjang waktu
- Harganya murah / terjangkau
- Tidak mengandung racun
- Disukai oleh ternak
A. Identifikasi Bahan Pakan
Bahan pakan sapi potong terdiri dari
pakan hijauan, pakan tambahan (konsentrat) dan pakan pelengkap (feed
suplement).
a. Pakan
hijauan terdiri dari :
- Rumput : Rumput Lapangan
- Rumput Unggul : rumput Raja, rumput
Gajah, rumput setaria, rumput Kolonjono, rumput BB (Brachiaria brizanta) dll.
- Leguminosa (Kacang-kacangan) :
Lamtoro, Glirisidia, Turi, Calopogonium dll.
- Hijauan Lain :
Daun Waru, daun nangka dll.
Daun Waru, daun nangka dll.
- Limbah Pertanian :
Jerami
padi, pucuk tebu, rending, jerami jagung dll
b. Pakan
Tambahan (Konsentrat) :
Bekatul,
dedak, ampas tahu, ketela pohon, onggok, bungkil kacang dll
c. Pakan
Pelengkap :
Mineral,
Vitamin, Urea Molase Block (UMB).
B. Fungsi pakan bagi ternak antara lain
:
a. Menyediakan
energi (tenaga) untuk melangsungkan berbagai proses dalam tubuh.
b. Menyediakan
bahan-bahan untuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh yang aus/ rusak.
c. Mengatur
kelestarian proses-proses dalam tubuh.
C.
Kebutuhan Pakan Ternak Sapi
1. Sebagai patokan umum kebutuhan pakan ternak ruminansia
adalah sbb :
Pakan hijauan = 10 % dari berat
badan
Pakan Konsentrat = 1 – 2 % dari
berat badan
2. Menduga berat badan Ternak Ruminansia (Sapi) :
Rumus Schoorl :
W = (L + 22)2
100
W = berat badan sapi (kg)
L = lingkar dada sapi
(cm)
3. MANAJEMEN/TATALAKSANA
PEMELIHARAAN
A. Kandang
a. Fungsi Kandang :
Kandang merupakan salah
satu unsur penting dalam suatu usaha peternakan, terutama dalam penggemukan
ternak potong. Bangunan kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup
yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk
melindungi sapi terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik dari sengatan
matahari, kedinginan, kehujanan dan tiupan angin kencang. Selain itu, kandang
juga harus bisa menunjang peternak dalam melakukan kegiatannya, baik dari segi
ekonomi maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Kandang berfungsi sebagai lokasi
tempat pemberian pakan dan minum. Dengan adanya kandang, diharapkan sapi tidak
berkeliaran di sembarang tempat, mudah dalam pemberian pakan dan kotorannya pun
bisa dimanfaatkan seefisien mungkin.
b. Bahan Kandang
Kandang dapat dibuat
dari bahan-bahan yang ada di daerah setempat, dengan harga yang terjangkau
tetapi kuat. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat kandang diantaranya
bambu, kayu atau beton. Atap kandang dapat dibuat dari genteng, asbes atau
alang-alang. Lantai kandang dapat dilapisi dengan karet atau diplester, asalkan
lantai rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan dan awet.
c. Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang harus dibangun sesuai dengan kondisi alam
setempat, sehingga ternak merasa nyaman tinggal di dalam kandang. Konstruksi
kandang di daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda, tergantung kondisi
alam daerah yang bersangkutan. Namun, secara umum kondisi kandang harus kuat,
mudah dibersihkan dan sirkulasi udaranya baik.
d. Ukuran Kandang
Ukuran kandang individu untuk setiap ternak sapi potong
berbeda-beda, tergantung dari jenis ternak yang akan menempati kandang
tersebut. Sapi betina dewasa dan anak sapi, masing-masing memerlukan kandang
dengan ukuran 1,5 x 2 m per ekor sedangkan sapi jantan dewasa per ekornya
memerlukan kandang yang berukuran 1,8 x 2 m. Tinggi kandang sebaiknya tidak
lebih dari 2,5 m untuk ternak yang berada di daerah kering dan sedang,
sedangkan untuk kandang di daerah dingin tinggi kandang tidak lebih dari 2 m.
Luas ventilasi untuk setiap kandang yang ideal adalah tidak kurang dari 40%
untuk daerah kering, 20% untuk daerah sedang dan 10% untuk daerah dingin.
e. Syarat
Kandang
Beberapa
persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang untuk sapi potong
antara lain dari segi teknis, ekonomis, kesehatan kandang (ventilasi kandang, pembuangan
kotoran), efisien pengelolaan dan kesehatan lingkungan sekitarnya.
- Pemilihan lokasi.
Beberapa pertimbangan
dalam pemilihan lokasi kandang antara lain :
a. Tersedianya sumber air, terutama untuk
minum, memandikan ternak dan membersihkan kandang.
b. Dekat dengan sumber pakan.
c. Transportasi mudah, terutama untuk
pengadaan pakan dan pemasaran.
d.
Areal yang ada dapat diperluas.
- Letak bangunan
a. Mempunyai
permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya, sehingga idak terjadi
genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah.
b. Tidak
berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter.
c. Tidak
menggangu kesehatan lingkungan
d. Agak jauh
dengan jalan umum
e. Air
limbah tersalur dengan baik
B. Reproduksi
Keberhasilan usaha pembibitan sapi potong salah satunya
ditentukan oleh keberhasilan reproduksi. Apabila pengelolaan reproduksi ternak
dilakukan dengan tepat maka akan menghasilkan kinerja reproduksi yang baik
yaitu peningkatan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet. Akan tetapi,
masalah yang masih sering dijumpai pada usaha peternakan rakyat hingga saat ini
adalah kinerja reproduksi yang masih rendah ditandai dengan masih terjadi kawin
berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan (CR 16 bulan) serta
berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi dan pendapatan petani
dari usahaternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja reproduksi ternak
diperlukan manajemen reproduksi yang tepat antara lain :
1) pengamatan birahi dan waktu kawin,
2) pola perkawinan yang tepat,
3) deteksi kebuntingan, dan
4) penanganan kelahiran.
Melalui usaha
tersebut diharapkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk yang berkualitas meningkat
yang akhirnya berdampak pada meningkatnya pendapatan petani dari usaha
pembibitan sapi potong.
Pengamatan Birahi & Waktu Kawin
Pengamatan birahi dilakukan pada setiap ekor induk sapi.
Pengamatan dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan
melihat gejala birahi secara langsung. Gejala atau tanda-tanda sapi betina
birahi adalah:
1)
gelisah dan terlihat sangat tidak tenang,
2)
sering melenguh-lenguh,
3)
mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam apabila dinaiki sapi lain,
4)
pangkal ekornya terangkat sedikit dan keluar lendir jernih transparan yg
mengalir melalui vagina dan vulva,
5)
vulva membengkak dan berwarna kemerah-merahan, dan
6)
sapi menjadi diam dan nafsu makan berkurang.
Birahi berlangsung sekitar 18 jam dengan siklus rata-rata 21 hari.
Pengamatan birahimerupakan faktor yang paling penting , karena jika gejala
birahi telah terlihat maka waktu perkawinan yang tepat dapat ditentukan. Waktu
yang paling tepat untuk mengawinkan ternak adalah sembilan jam sejak ternak
menujukan tanda birahi.
Pola Perkawinan
Perkawinan pada sapi potong dapat dilakukan secara alami
maupun kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Perkawinan alami merupakan
perkawinan dengan cara mempertemukan pejantan dan induk secara langsung. Pola
perkawinan secara alami ini memiliki empat manajemen perkawinan, yaitu:
1)
perkawinan model kandang individu,
2)
perkawinan model kandang kelompok/umbaran,
3)
perkawinan model ranch/paddock, dan
4)
perkawinan model padang penggembalaan.
Perkawinan melalui kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) dilakukan
dengan cara memasukkan sperma atau semen yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu ke dalam saluran alat kelamin betina dengan metode dan
alat khusus. Teknik IB dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan semen
beku (frozen semen) dan semen cair (chilled semen).
Deteksi
Kebuntingan
Tanda-tanda umum terjadinya kebuntingan pada ternak adalah
berahi berikutnya tidak timbul lagi, ternak lebih tenang, tidak suka dekat
dengan pejantan, dan nafsu makan agak meningkat. Oleh karena itu, untuk
mengetahui keberhasilan perkawinan perlu dilakukan pengamatan birahi lagi pada
induk setelah 21 hari atau hari ke 18-23 dari perkawinan atau IB. siklus (42
hari) berikutnya, kemungkinan induk telah bunting. Deteksi kebuntingan dapat dilakukan dengan
cara palpasi rektal setelah 60 hari sejak dikawinkan untuk meyakinkan bahwa
ternak benar-benar bunting. Pemeriksaan palpasi rektal dilakukan oleh Petugas
Pemeriksa Kebuntingan (PKB).
Kelahiran
Kebuntingan pada sapi terjadi selama 275-285 hari dengan
rata-rata 280 hari. Induk yang akan melahirkan menunjukkan tandatanda seperti:
vulva membengkak dan warna kemerahan, pinggul terasa lebih lentur, puting mulai
membengkak dan sedikit meneteskan air susu, dan vulva akan mengeluarkan lendir
saat mendekati kelahiran.
Beberapa
persiapan yang perlu dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan
melahirkan adalah:
a)
pembersihan kandang untuk memudahkan pergerakan induk sebelum atau pada saat
proses melahirkan,
b)
lantai kandang diberi alas, berupa jerami padi kering sebagai alas agar cairan
yang keluar selama proses kelahiran dapat terserap dengan cepat, dan
c)
sediakan obat-obatan untuk mengantisipasi keadaan yang darurat.
Secara
umum proses kelahiran akan terjadi maksimal 8 jam, apabila melebihi waktu
tersebut pedet belum juga keluar maka sebaiknya segera laporkan kepada Petugas
Peternakan setempat.
C. Kesehatan Ternak
Kesehatan hewan merupakan suatu
status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusunnya dan cairan tubuh
yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Ciri ciri sapi yang
kondisi tubuhnya sehat adalah : a). aktif, sigap dan sadar terhadap perubahan
situasu disekitarnya; b). kondisi tubuh seimbang/tidak sempoyongan, langkah
kaki mantap dan teratur yang bertumpu pada keempat kakinya dan posisi punggung
rata; c). mata bersinar, sudut mata bersih, tidak ada perubahan pada kornea
mata; d). kulit, bulu halus mengkilap, tidak kusam dan pertumbuhannya rata; e).
frekuensi napas teratur kurang lebih 20 – 30 kali/menit, halus dan tidak
tersengal sengal; f). Denyut nadi (50-60 kali/menit), irama teratur dan nada
tetap. Agar ternak sapi tersebut memiliki kondisi tubuh yang sehat, perlu
dilakukan menjaga lingkungan dengan melalukan pencegahan dan pengobatan
penyakit.
Penyakit yang sering muncul pada
ternak sapi potong dapat dikelompokan dalam 3 kelompok besar, yaitu penyakit
yang menyerang pencernaan, penyakit yang menyerang kulit dan penyakit yang
menyerang reproduksi.
1. Rumen Sarat/Konstipasi (sembelit)
PENYEBABNYA :
Perubahan pakan secara mendadak,
pakan serat kasar, kurang minum, kelelahan, suhu tinggi karena infeksi
GEJALA :
Sapi ambruk/passif, perut membesar,
hiversalivasi, dehidrasi, eksp. Rectal, feses mengeras, napas cepat.
TERAPI :
o Purgativa (Magnesium sulfat).
o Pakan diberi hijauan dan air minum
o Pola peternak: minuman kopi, kencur,
jahe, garam inggris.
2. Bloat/Kembung
PENYEBABNYA :
Faktor pakan (tan. muda, leguminosa,
konsentrat terlalu tinggi, urea tinggi) & faktor hewan (kepekaan
hewan/genetik)
GEJALA :
Perut menggelembung, intake makan
& minum menurun, sapi pasif/ambruk, nafas cepat & dangkal.
TERAPI :
o Antibloat (dimeticone)
o Minyak goreng (oral)
o Vitamin (supportif)
o Trokar
3. Diare
PENYEBABNYA :
Bakteri (salmonella, clostridium, E
coli), virus (rota/corona, BVD, parvo virus), Protozoa, Parasit
GEJALA :
Tinja banyak & encer, anus
kotor, dehidrasi, kelemahan dan kematian.
TERAPI :
o
Disesuaikan
dengan penyebabnya
o
Penggantian
cairan tubuh.
o
Pemberian
antibiotik (bakteri/virus)
o
Pemberian
Vitamin (supportif)
4. Cacingan
PENYEBABNYA : Cacing gilig, cacing
pita & cacing pipih
GEJALA :
Lemah, kurus, bulu kusam, diare
(campur darah), kelemahan, pertumbuhan lambat, dapat menyebabkan kematian.
TERAPI :
o Pemberian obat cacing dan ulangannya
(Albendazole, Piperazine).
o Sanitasi & kebersihan (pakan,
minum, kandang & lingkungannya).
o Minimalisir siput
5. Cascado
PENYEBABNYA : Cacing jenis
Stephanofilaria SP
GEJALA :
kropeng di kulit (biasanya di sudut
mata), abses (infeksi), sapi gelisah (gatal), intake pakan & minum turun.
TERAPI :
o Salep asuntol
o Ivermectin (injeksi/ salf), gusanex
o Pemberantasan lalat (insektisida/
sanitasi & kebersihan kandang)
6. Myasis (Borok)
PENYEBABNYA : Chrysomya bezziana
GEJALA :
luka dengan infestasi belatung, jar.
mengalami kematian (nekrosis), peradangan/abses di sekitar luka.
TERAPI :
o Bersihkan luka dengan antiseptik
(PK)
o Salf (vaselin, antibiotik, gusanex)
o Injeksi antibiotik sistemik.
7.
Scabies/Acariasis/Kudis
PENYEBABNYA : Sarcoptes SP
PENYEBABNYA : Sarcoptes SP
GEJALA : Lesi & keropeng di
kulit, gatal, kulit menebal, bulu rontok & hewan gelisah.
TERAPI
o Ivermectin (injeksi/ salf), gusanex
o Dimandikan dengan sabun colek
o Pemberantasan lalat (insektisida/
sanitasi & kebersihan kandang)
Sumber :
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. 2010. Petunjuk Teknis Pembibitan Sapi Potong. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Bandung.
Puslitbangnak.
2007. Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong. Badan Litbang
Pertanian, Bogor
Rianto, E dan Purbowati. 2009. Panduan Lengkap
Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar